April 14, 2011

Impor Terus Naik, RI Diambang Defisit Neraca Perdagangan

Impor Terus Naik, RI Diambang Defisit Neraca Perdagangan  
Jakarta - Pemerintah mulai mewaspadai tren pertumbuhan impor lebih besar dibandingkan tren pertumbuhan ekspor. Jika ini terus dibiarkan Indonesia bakal mengalami defisit neraca perdagangan.

Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati menyebutkan total ekspor Indonesia sepanjang Februari tercatat sebesar US$ 14,4 miliar atau tumbuh 27,4%  dibanding tahun lalu. Sedangkan total impor Indonesia di Februari tercatat sebesar US$ 11,9 miliar atau tumbuh 29,3% dibanding periode yang sama tahun 2010 lalu.

"Neraca perdagangan memang masih surplus, tapi tren impor masih lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor. Untuk itu kami siapkan beberapa perangkat kebijakan," kata Anny saat memaparkan perkembangan ekonomi makro dan realisasi APBN kuartal I 2011 di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Kamis (14/4/2011).

Anny mengungkapkan impor dari China tumbuh signifikan dibandingkan realisasi ekspor Indonesia ke China. Sepanjang 2000- 2007 ekspor-impor Indonesia dengan China tercatat relatif masih tumbuh seimbang. Namun sejak 2007 impor dari Cina pertumbuhannya lebih cepat sehingga terjadi defisit.

Berdasarkan data yang ada pada China, defisit perdagangan di pihak Indonesia sebesar US$ 2,8 miliar. Namun, catatan pihak Indonesia, defisit yang dialami justru lebih besar menjadi sekitar US$ 5 miliar-US$ 7 miliar. Selama Januari 2011 saja, defisit mencapai US $ 0,66 miliar, meningkat US$ 0,26 miliar jika dibandingkan dengan Januari 2010 lalu.

Parahnya lagi, meskipun impor dari China terus meningkat, sebagian besar impor dari China belum menggunakan fasilitas ACFTA atau tetap mengunakan jalur MFN (jalur bea masuk normal). Artinya serbuan impor dari China bisa jauh lebih besar jika China mengoptimalkan fasilitas penurunan bea masuk dalam ACFTA. 

"Bea Cukai itu memiliki early warning system yang akan mencatat semua impor dari China," tegasnya.

Untuk itu, Anny menekankan perlunya perangkat kebijakan perdagangan dalam rangka mitigasi tekanan impor dari China.  

"Beberapa yang kami lakukan antara lain seperti pengetatan bea masuk anti dumping, countervailing duties, bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) atau penerapan strategi kebijakan non tarrif barriers," ujarnya.

Dikatakannya Bea Cukai juga akan memperketat pengawasan dengan memeriksa lebih rinci dokumen keterangan asal barang.

"Bea cukai akan langsung ke negara-negara lain untuk mempelajari certificate of origin," ujarnya.

Nada berbeda disampaikan Pjs Kepala Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro, menurutnya impor yang besar belum tentu bersifat negatif. Pasalnya bisa saja industri manufaktur memang membutuhkan bahan baku tertentu untuk memproduksi barangnya. 

"Yang mesti diperhatikan apakah bahan baku yang di impor tersebut sudah bisa diambil dari dalam negeri atau tidak. Kalau memang tak ada, ya memang harus impor. Tapi kami tetap akan memperketat pengawasan impor," tandasnya.

No comments:

Post a Comment